CACINGAN

4 11 2009

Manusia merupakan hospes defenitif beberapa nematoda usus (cacing perut),
yang dapat mengakibatkan masalah bagi kesehatan masyarakat. Diantara cacing
perut terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted
helminths). Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang
(Ascaris vermicularis), cacing tambang (Ankylostoma Duodenale, Necator
americanus), dan cacing cambuk (Trichuris Trichuria). Jenis-jenis cacing
tersebut banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Pada umumnya
telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang
infektif dan siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes
defenitifnya.
1. ANKILOSTOMIASIS (Infeksi Cacing Tambang)
Kompetensi :
Laporan Penyakit : ICD X :
Definisi
Infeksi cacing tambang adalah penyakit yang disebabkan cacing Ancylostoma
duodenale dan / atau Necator americanus. Cacing tambang mengisap darah
sehingga menimbulkan keluhan yang berhubungan dengan anemia, gangguan
pertumbuhan terutama pada anak dan dapat menyebabkan retardasi mental.
Penyebab
Ancylostoma duodenale dan/atau Necator americanus.
Gambaran klinis
– Masa inkubasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan tergantung
dari beratnya infeksi dan keadaan gizi penderita.
– Pada saat larva menembus kulit, penderita dapat mengalami dermatitis.
Ketika larva lewat di paru dapat terjadi batuk-batuk
– Akibat utama yang disebabkan cacing ini ialah anemia yang kadang demikian
berat sampai menyebabkan gagal jantung.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar atau biakan tinja
dengan cara Harada-Mori.
Penatalaksanaan
– Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari.
– Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama
tiga hari berturut-turut
– Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan
selama hamil.
– Sulfas ferosus 3 x 1 tablet untuk orang dewasa atau 10 mg/kg BB/kali (untuk
anak) untuk mengatasi anemia.
Pencegahan
Pencegahan penyakit ini meliputi sanitasi lingkungan dan perbaikan higiene
perorangan terutama penggunaan alas kaki.
2. ASKARIASIS (Infeksi Cacing Gelang)
Kompetensi :
Laporan Penyakit : ICD X :
Definisi
Askariasis atau infeksi cacing gelang adalah penyakit ik yang disebabkan oleh
Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbanyak yang disebabkan
oleh parasit.
Penyebab
Ascaris lumbricoides.
Gambaran klinis
– Infeksi cacing gelang di usus besar gejalanya tidak jelas. Pada infeksi masif
dapat terjadi gangguan saluran cerna yang serius antara lain obstruksi total
saluran cerna. Cacing gelang dapat bermigrasi ke organ tubuh lainnya misalnya
saluran empedu dan menyumbat lumen sehingga berakibat fatal.
– Telur cacing menetas di usus menjadi larva yang kemudian menembus dinding
usus, masuk ke aliran darah lalu ke paru dan menimbulkan gejala seperti batuk,
bersin, demam, eosinofilia, dan pneumonitis askaris. Larva menjadi cacing
dewasa di usus dalam waktu 2 bulan.

– Cacing dewasa di usus akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti
tidak napsu makan, mual, muntah, , dan .
– Bila cacing masuk ke saluran maka dapat menyebabkan dan . Bila menembus
dapat menyebabkan .
– Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Sering kali infeksi ini baru diketahui setelah
cacing keluar spontan bersama tinja atau dimuntahkan.
– Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi
usus (ileus), yang merupakan kedaruratan dan penderita perlu dirujuk ke rumah
sakit.
Diagnosis
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa atau telur
Ascaris pada pemeriksaan tinja.
Penatalaksanaan
– Pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal
– Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama
tiga hari berturut-turut
– Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan
selama hamil.
Pencegahan
1. Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan
askariasis.
2. Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene
pribadi seperti:
– Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
– Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci
terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.
– Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci
bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat
hidup dalam tanah selama bertahun-tahun.
– Buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun.
Bila pasien menderita beberapa spesies cacing, askariasis harus diterapi lebih
dahulu dengan pirantel pamoat.

3. FILARIASIS
Kompetensi : 4
Laporan Penyakit : 0702 ICD X :B.74
Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan
sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala
klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema
dan gejala kronik berupa elefantiasis.
Penyebab
Di Indonesia ditemukan 3 spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori yang masing-masing sebagai penyebab filariasis bancrofti,
filariasis malayi dan filariasis timori. Beragam spesies nyamuk dapat berperan
sebagai penular (vektor) penyakit tersebut.
Cara Penularan
Seseorang tertular filariasis bila digigit nyamuk yang mengandung larva infektif
cacing filaria. Nyamuk yang menularkan filariasis adalah Anopheles, Culex,
Mansonia, Aedes dan Armigeres. Nyamuk tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia
sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya (got/saluran air, sawah, rawa, hutan).
Gambaran klinik
1. Filariasis tanpa Gejala
Umumnya di daerah endemik, pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan
pembesaran kelenjar limfe terutama di daerah inguinal. Pada pemeriksaan
darah ditemukan mikrofilaria dalam jumlah besar dan eosinofilia.
2. Filariasis dengan Peradangan
Demam, menggigil, sakit kepala, muntah dan lemah yang dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Organ yang terkena terutama saluran
limfe tungkai dan alat kelamin. Pada laki-laki umumnya terdapat funikulitis
disertai penebalan dan rasa nyeri, epididimitis, orkitis dan pembengkakan
skrotum. Serangan akut dapat berlangsung satu bulan atau lebih. Bila keadaannya
berat dapat menyebabkan abses ginjal, pembengkakan epididimis, jaringan
retroperitoneal, kelenjar inguinal dan otot ileopsoas

3. Filariasis dengan Penyumbatan
Pada stadium menahun terjadi jaringan granulasi yang proliferatif serta pelebaran
saluran limfe yang luas lalu timbul elefantiasis. Penyumbatan duktus torasikus
atau saluran limfe perut bagian tengah mempengaruhi skrotum dan penis pada
laki-laki dan bagian luar alat kelamin pada perempuan. Infeksi kelenjar inguinal
dapat mempengaruhi tungkai dan bagian luar alat kelamin. Elefantiasis
umumnya mengenai tungkai serta alat kelamin dan menyebabkan perubahan
yang luas. Bila saluran limfe kandung kencing dan ginjal pecah akan timbul
kiluria (keluarnya cairan limfe dalam urin), sedangkan bila yang pecah tunika
vaginalis akan terjadi hidrokel atau kilokel, dan bila yang pecah saluran limfe
peritoneum terjadi asites yang mengandung kilus. Gambaran yang sering
tampak ialah hidrokel dan limfangitis alat kelamin. Limfangitis dan elefantiasis
dapat diperberat oleh infeksi sekunder Streptococcus.
Diagnosis
Diagnosis filariasis dapat ditegakkan secara klinis. Diagnosis dipastikan dengan
menemukan mikrofilaria dalam darah tepi yang diambil malam hari (pukul 22.00
– 02.00 dinihari) dan dipulas dengan pewarnaan Giemsa. Pada keadaan kronik
pemeriksaan ini sering negatif.
Penatalaksanaan
1. Perawatan Umum
– Istirahat di tempat tidur
– Antibiotik untuk infeksi sekunder dan abses
– Perawatan elefantiasis dengan mencuci kaki dan merawat luka.
2. Pengobatan Spesifik
Untuk pengobatan individual diberikan Diethyl Carbamazine Citrate (DEC)
6 mg/kgBB 3 x sehari selama 12 hari.
Efek samping : pusing, mual dan demam selama menggunakan obat ini.
Pengobatan masal (rekomendasi WHO) adalah DEC 6 mg/kgBB dan albendazol
400mg (+ parasetamol) dosis tunggal, sekali setahun selama 5 tahun.
Implementation unit (IU) adalah kecamatan / wilayah kerja puskesmas (jumlah
penduduk 8.000 – 10.000 orang).

Tabel 1. Dosis DEC untuk filariasis berdasarkan umur
Umur DEC (100 mg) Albendazol (400 mg)
2 – 6 tahun
7 – 12 tahun
> 13 tahun
1 tablet
2 tablet
3 tablet
1 tablet
1 tablet
1 tablet
4. OKSIURIASIS
Kompetensi :
Laporan Penyakit : ICD X :
Definisi
Infeksi cacing kremi (oksiuriasis, enterobiasis) adalah infeksi parasit yang disebabkan
Enterobius vermicularis. Parasit ini terutama menyerang anak-anak; cacing tumbuh
dan berkembang biak di dalam usus.
Penyebab
Enterobius vermicularis.
Gambaran klinis
– Rasa gatal hebat di sekitar anus, kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar
atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).
– Rewel (karena rasa gatal).
– Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika
cacing betina bergerak ke daerah anus dan meletakkan telurnya disana).
– Napsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang, tetapi dapat terjadi
pada infeksi berat) rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika
cacing masuk ke dalam vagina)
Diagnosis
Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama
dalam waktu 1 – 2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi aktif
bergerak, berwarna putih dan setipis rambut. Telur maupun cacingnya bisa didapat
dengan menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi

hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca
objek dan diperiksa dengan mikroskop
Penatalakasanaan
– pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian
– mebendazol 100 mg dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian
– albendazol 400 mg dosis tunggal diulang 2 minggu kemudian
Penyuluhan
Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah harus minum obat tersebut karena
infeksi dapat menyebar dari satu orang kepada yang lainnya.
Pencegahan
– Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
– Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
– Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu
– Membersihkan jamban setiap hari
– Menghindari penggarukan daerah anus karena mencemari jari-jari tangan dan
setiap benda yang dipegang/disentuhnya
5. SISTOSOMIASIS
Kompetensi :
Laporan Penyakit : ICD X :
Definisi
Sistomiasis merupakan penyakit parasit (cacing) menahun yang hidup di dalam
pembuluh darah vena, sistem peredaran darah hati, yaitu pada sistem vena porta,
mesenterika superior. Dalam siklus hidupnya cacing ini memerlukan hospes
perantara sejenis keong Oncomelania hupensis lindoensis yang bersifat amfibi.
Penyebab
Cacing trematoda. Penyakit ini ditularkan melalui bentuk infektif larvanya yang
disebut sekaria yang sewaktu-waktu keluar dari keong tersebut di atas. Larva ini
akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui pori-pori kulit yang kontak dengan
air yang mengandung sekaria. Penyakit ini telah lama diketahui terdapat di
Indonesia, pertama kali dilaporkan pada tahun 1937 oleh Brug dan Tesch. Adapun
cacing penyebabnya adalah Scistosoma japonicum. Daerah endemis

sistosomiasis di Indonesia sampai saat ini terbatas pada daerah Lindu, Napu, dan
Besoa di Propinsi Sulawesi Tengah.
Gambaran Klinis
– Masa tunas 4 – 6 minggu.
– Penderita memperlihatkan gejala umum berupa demam, urtikaria, mual, muntah,
dan sakit perut. Kadang dijumpai sindrom disentri.
– Dermatitis sistosoma terjadi karena serkaria menembus ke dalam kulit.
– Pada tingkat lanjut telur yang terjebak dalam organ-organ menyebabkan
mikroabses yang meninggalkan fibrosis dalam penyembuhannya. Maka dapat
terjadi sirosis hepatitis, hepatosplenomegali, dan hipertensi portal yang dapat
fatal.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan telur dalam tinja, atau biopsi rektum
atau hati. Uji serologi memastikan diagnosis
Penatalaksanaan
Obat terpilih untuk sistosomiasis adalah prazikuantel, dosis tunggal.

6. TAENIASIS / SISTISERKOSIS
Kompetensi :
Laporan Penyakit : ICD X :
Definisi
Taeniasis ialah penyakit zoonosis parasitik yang disebabkan cacing dewasa Taenia
(Taenia saginata, Taenia solium dan Taenia asiatica). Infeksi larva T. solium
disebut sistiserkosis dengan gejala benjolan (nodul) di bawah kulit (subcutaneous
cysticercosis). Bila infeksi larva Taenia solium di susunan saraf pusat disebut
neurosistiserkosis dengan gejala utama epilepsi.
Penyebab
Cacing dewasa Taenia (Taenia saginata, Taenia solium dan Taenia asiatica);
larva T. Solium.
Penularan
Sumber penularan taeniasis adalah hewan terutama babi, sapi yang
mengandung larva cacing pita (cysticercus). Sumber penularan sistiserkosis
adalah penderita taeniasis solium sendiri yang tinjanya mengandung telur atau

proglotid cacing pita dan mencemari lingkungan. Seseorang dapat terinfeksi cacing
pita (taeniasis) bila makan daging yang mengandung larva yang tidak dimasak
dengan sempurna, baik larva T.saginata yang terdapat pada daging sapi (cysticercus
bovis) maupun larva T.solium (cysticercus cellulose) yang terdapat pada daging
babi atau larva T.asiatica yang terdapat pada hati babi. Sistiserkosis terjadi apabila
telur T.solium tertelan oleh manusia. Telur T. saginata dan T.asiatica tidak
menimbulkan sistiserkosis pada manusia.
Sistiserkosis merupakan penyakit yang berbahaya dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat di daerah endemis. Hingga saat ini kasus taeniasis / sistiserkosis telah
banyak dilaporkan dan tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, terutama di
propinsi Papua, Bali dan Sumatera Utara.
Gambaran Klinis
– Masa inkubasi berkisar antara 8 – 14 minggu.
– Sebagian kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
– Gejala klinis dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang
dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain rasa tidak nyaman di lambung,
mual, badan lemah, berat badan menurun, napsu makan menurun, sakit kepala,
konstipasi, pusing, diare dan pruritus ani.
– Pada sistiserkosis, biasanya larva cacing pita bersarang di jaringan otak sehingga
dapat mengakibatkan serangan epilepsi. Larva juga dapat bersarang di subkutan,
mata, otot, jantung dan lain-lain.
Diagnosis
Diagnosis taeniasis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan tinja
secara mikroskopis.
1. Adanya riwayat mengeluarkan proglotid (segmen) cacing pita baik pada waktu
buang air besar maupun secara spontan.
2. Pada pemeriksaan tinja ditemukan telur cacing Taenia.
Penatalaksanaan
Pasien taeniasis diobati dengan prazikuantel dengan dosis 5 – 10 mg/kg BB
dosis tunggal. Cara pemberian prazikuantel adalah sebagai berikut :
– Satu hari sebelum pemberian prazikuantel, penderita dianjurkan untuk makan
makanan yang lunak tanpa minyak dan serat.
– Malam harinya setelah makan malam penderita menjalani puasa.
– Keesokan harinya dalam keadaan perut kosong penderita diberi prazikuantel.

– Dua sampai dua setengah jam kemudian diberikan garam Inggris (MgSO4),
30 gram untuk dewasa dan 15 gram atau 7,5 gram untuk anak anak, sesuai
dengan umur yang dilarutkan dalam sirop (pemberian sekaligus).
– Penderita tidak boleh makan sampai buang air besar yang pertama. Setelah
buang air besar penderita diberi makan bubur.
– Sebagian kecil tinja dari buang air besar pertama dikumpulkan dalam botol
yang berisi formalin 5 – 10% untuk pemeriksaan telur Taenia sp. Tinja dari
buang air besar pertama dan berikutnya selama 24 jam ditampung dalam
baskom lalu disiram dengan air panas / mendidih, kemudian diayak dan
disaring untuk mendapatkan proglotid dan skoleks Taenia sp. Jika terdapat
cacing dewasa, cacing menjadi relaks dengan pemberian air panas.
– Proglotid dan skoleks dikumpulkan dan disimpan dalam botol yang berisi
alkohol 70% untuk pemeriksaan morfologi yang sangat penting dalam
identifikasi spesies cacing pita tersebut.
Pasien neurosistiserkosis sebaiknya dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan
lebih lanjut.
Pencegahan
– Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi.
– Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar
– Tidak makan daging mentah atau setengah matang
– Buang air besar di jamban
– Memelihara ternak di kandang

7. TRIKURIASIS
Kompetensi :
Laporan Penyakit : ICD X :
Definisi
Trikuriasis atau Infeksi cacing cambuk adalah penyakit yang disebabkan oleh
cacing Trichuris trichiura.
Penyebab
Trichuris trichiura

Gambaran Klinis
– Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis.
– Infeksi berat terutama pada anak memberikan gejala diare yang sering diselingi
dengan sindrom disentri. Gejala lainnya adalah anemia, berat badan turun dan
kadang-kadang disertai prolapsus rekti.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur cacing di dalam tinja.
Penatalaksanaan
– Mebendazol 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut atau dosis tunggal
500 mg
– albendazol 400 mg 3 hari berturut-turut. Tidak boleh digunakan selama
kehamilan.
Pencegahan
Pencegahan trikuriasis sama dengan askariasis yaitu buang air besar di jamban,
mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah (lalapan), pendidikan
tentang sanitasi dan kebersihan perorangan seperti mencuci tangan sebelum
makan.





DEMAM BERDARAH DENGUE

4 11 2009

Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan:
(1) demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2 – 7 hari;
(2) Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis,
ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,
melena, hematuri) termasuk uji Tourniquet (Rumple Leede) positif;
(3) Trombositopeni (jumlah trombosit 100.000/•l);
(4) Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit • 20%);
(5) Disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
Penyebab
Virus dengue yang sampai sekarang dikenal 4 serotipe (Dengue-1, Dengue-2,
Dengue-3 dan Dengue-4), termasuk dalam group B Arthropod Borne Virus
(Arbovirus). Ke-empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat
berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas
distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4.
Cara Penularan
Penularan DBD umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti meskipun dapat
juga ditularkan oleh Aedes albopictus yang biasanya hidup di kebun-kebun.
Nyamuk penular DBD ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali
di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Gambaran Klinis
a. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4 – 7 hari
b. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus
berlangsung 2 – 7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik
lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun

c. Tanda-tanda perdarahan
Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa
uji Tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih
manifestasi perdarahan sebagai berikut: Petekie, Purpura, Ekimosis, Perdarahan
konjungtiva, Epistaksis, Pendarahan gusi, Hematemesis, Melena dan Hematuri.
Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk
membedakannya regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji Tourniquet
positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai presumptif test
(dugaan keras) oleh karena uji Tourniquet positif pada hari-hari pertama demam
terdapat pada sebagian besar penderita DBD. Namun uji Tourniquet positif
dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam chikungunya),
infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan lain-lain. Uji Tourniquet dinyatakan
positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,5 x
2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti).
d. Pembesaran hati (hepatomegali)
Sifat pembesaran hati:
– Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit
– Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
– Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.
e. Renjatan (syok)
Tanda-tanda renjatan:
– Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan
dan kaki
– Penderita menjadi gelisah
– Sianosis di sekitar mulut
– Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
– Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang.
Sebab renjatan: Karena perdarahan, atau karena kebocoran plasma ke daerah
ekstra vaskuler melalui kapiler yang terganggu.
f. Trombositopeni
– Jumlah trombosit 100.000/•l biasanya ditemukan diantara hari ke
3 – 7 sakit
– Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit dalam batas normal atau menurun.
– Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila
normal maka diulang tiap`hari sampai suhu turun.

g. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
Peningkatnya nilai hematokrit (Ht) menggambarakan hemokonsentrasi selalu
dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan
plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.
Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit • 20% (misalnya 35%
menjadi 42%: 35/100 x 42 = 7, 35+7=42), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian,
bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan.
Penurunan nilai hematokrit • 20% setelah pemberian cairan yang adekuat,
nilai Ht diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.
h. Gejala klinik lain
– Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot,
anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan
kejang
– Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan
kesadaran sehingga sering di diagnosis sebagai ensefalitis
– Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan
gastrointestinal dan renjatan
Diagnosis
1. Tersangka Demam Berdarah Dengue
Dinyatakan Tersangka Demam Berdarah Dengue apabila demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari
disertai manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji Tourniquet
positif) dan/atau trombositopenia (jumlah trombosit 100.000/•l)
2. Penderita Demam Berdarah Dengue derajat 1 dan 2
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan atau dinyatakan sebagai penderita
DBD apabila demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus-menerus selama 2 – 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurangkurangnya
uji Tourniquet positif), trombositopenia, dan hemokonsentrasi
(diagnosis klinis). atau hasil pemeriksaan serologis pada Tersangka DBD,
menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau terjadi peninggian
(positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test
(diagnosis laboratoris)

Penatalaksanaan
1. Penatalaksana demam berdarah dengue (pada anak)
Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu:
a. Adakah tanda kedaruratan, yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir
biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus-menerus, kejang,
kesadaran menurun, muntah darah, tinja darah, maka pasien perlu dirawat
/ dirujuk.
b. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji Tourniquet dan
hitung trombosit.
1) Bila uji Tourniquet positif dan jumlah trombosit 100.000/•l,
penderita dirawat / dirujuk.
2) Bila uji Tourniquet negatif dengan trombosit > 100.000/•l atau
normal, pasien boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali
setiap hari sampai suhu turun. Pasien dianjurkan minum banyak,
seperti: air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dan lain-lain. Berikan obat
antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat. Apabila
selama di rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi
tanda klinis adakah tanda-tanda syok, yaitu anak menjadi gelisah,
ujung kaki / tangan dingin, sakit perut, tinja hitam, kencing berkurang;
bila perlu periksa Hb, Ht dan trombosit. Apabila terdapat tanda syok
atau terdapat peningkatan Ht dan / atau penurunan trombosit, segera
rujuk ke rumah sakit.
2. Penatalaksanaan demam berdarah dengue (pada dewasa)
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit
dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol dalam
waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien memburuk agar segera
kembali ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya. Sedangkan pada kasus
yang meragukan indikasi rawatnya, maka untuk sementara pasien tetap
diobservasi dengan anjuran minum yang banyak, serta diberikan infus ringer
laktat sebanyak 500cc dalam 4 jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang
Hb, Ht dan trombosit.
Pasien dirujuk ke rumah sakit apabila didapatkan hasil sebagai berikut.
a. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit < 100.000/•l atau
b. Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit < 150.000/•l

1. Penatalaksanaan penderita demam berdarah dengue dengan syok
(DSS)
a. Segera beri infus ringer laktat, atau NaCl 0,9%, 10 – 20 ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 – 4
liter/menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur) diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB bersama koloid. Bila
syok mulai teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam.
b. Untuk pemantauan dan penanganan lebih lanjut, sebaiknya penderita
dirujuk ke rumah sakit terdekat





DERMATITIS ATOPIK

4 11 2009

Definisi
Dermatitis Atopik adalah peradangan kulit kronik dan residif yang sering terjadi
pada bayi dan anak, disertai gatal dan berhubungan dengan atopi.
Atopi adalah istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang
mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronkiale,
rinitis alergi, dermatitis atopik dan konjungtivitis alergi.
Penyebab
Umumnya tidak diketahui
Gambaran klinik
– Pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan, kaki
atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang berwarna merah dan berair.
– Dermatitis seringkali menghilang pada usia 3 – 4 tahun, meskipun biasanya
akan muncul kembali.
– Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali muncul dan kambuh kembali
hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan atas, sikut bagian depan
atau di belakang lutut.
– Warna, intensitas dan lokasi dari ruam bervariasi, tetapi selalu menimbulkan
gatal-gatal.
– Pada penderita dermatitis atopik, herpes simpleks yang biasanya hanya
menyerang daerah yang kecil dan ringan, bisa menyebabkan penyakit serius
berupa eksim dan demam tinggi (eksim herpetikum).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, hasil pemeriksaan fisik dan
riwayat penyakit alergi pada keluarga penderita

Penatalaksanaan
– Penjelasan / penyuluhan kepada orang tua pasien:
§ Penyakit bersifat kronik berulang dan penyembuhan sempurna jarang
terjadisehingga pengobatan ditujukan untuk mengurangi gatal dan
mengatasi kelainan kulit.
§ Selain obat perlu dilakukan usaha lain untuk mencegah kekambuhan :
o Jaga kebersihan, gunakan sabun lunak misalnya sabun bayi
o Pakaian sebaiknya tipis, ringan mudah menyerap keringat
o Udara dan lingkungan cukup berventilasi dan sejuk.
o Hindari faktor-faktor pencetus, misalnya: iritan, debu, dsb
– Sistemik
§ Antihistamin klasik sedatif misalnya klorfeniramin maleat untuk
mengurangi gatal
§ Bila terdapat infeksi sekunder dapat ditambahkan antibiotik sistemik
atau topikal
– Topikal
§ Bila lesi akut/eksudatif: kompres 2 – 3 x sehari, 1 – 2 jam dengan
larutan dengan rivanol 0,1% atau NaCl 0,9%
§ Krim kortikosteroid potensi sedang/rendah, 1 – 2 kali sehari sesudah
mandi, sesuai dengan keadaan lesi. Bila sudah membaik dapat diganti
dengan potensi yang lebih rendah.
Kortikosteroid potensi rendah : krim hidrokortison 1%, 2,5%
Kortikosteroid potensi sedang : krim betametason 0,1%
§ Pada kulit kering dapat diberikan emolien / pelembab segera sesudah
mandi.





DERMATOMIKOSIS

4 11 2009

Definisi
Dermatomikosis merupakan penyakit jamur pada kulit yang secara medis disebut
juga dengan mikosis superfisialis (bagian permukaan kulit). Sedangkan dari
berbagai jenis dermatomikosis yang sering mengenai manusia, dikenal dengan
kelompok dermatofitosis yang di Indonesia dikenal dengan kurap / kadas. Sedangkan
panu masuk dalam kategori dermatomikosis yang nondermatofitosis.
Penyebab
– Paparan terhadap jamur sering terjadi. Infeksi jauh lebih jarang.
– Faktor genetik memainkan peran dalam tingkat penularan mikosis kuku dan
kaki.
– Mikosis pada hewan (misal : sapi, marmut, kucing) menyebar dengan mudah
pada manusia dan menyebabkan tinea pada ekstremitas, badan dan wajah.
Gambaran klinis
– Tinea kutaneus biasanya mempunyai tepi berskuama, eritematus dan meninggi,
berbentuk lingkaran (cincin) dan gatal.
– Pada panu, muncul bercak bersisik halus yang berwarna putih hingga kecokelatan
bisa pada daerah mana saja di badan termasuk leher dan lengan. Biasanya
menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala
yang berambut.
– Infeksi jamur kulit ini biasanya juga menyerang kaum wanita. Ia terjadi dalam
kulit dan vagina hingga mengalami pertumbuhan setelah mengalami rangsangan,
yang menyebabkan infeksi. Jamur dapat mengiritasi lebih dari satu kali. Dengan
ditandai antara lain, adanya penebalan, putih, dadih seperti kotoran, peradangan,
serta sakit selama buang air kecil atau sewaktu hubungan seksual.
Diagnosis
Gambaran spesifik infeksi jamur pada kulit.
Dengan cara pemeriksaan mikroskopis dari bahan kerokan kulit yang terserang.

Penatalaksanaan
– Tinea biasanya diterapi dengan obat topikal
– Griseofulvin tablet hanya efektif pada dermatofit.
– Nistatin hanya efektif pada Candida.
– Mikonazol topikal dan ketokonazol sistemik efektif untuk dermatofit dan
candida.
– Durasi terapi 1 bulan dengan derivat azol.
– Dermatofitosis
§ Sistemik (diberikan bila lesi luas)
Griseofulvin micronized 500 – 1000mg sehari selama 2 – 6 minggu
§ Topikal
Kombinasi asam salisilat 3% dengan asam benzoat 6%.





DIABETES MELITUS

4 11 2009

Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang ditandai oleh tingginya
kadar plasma glukosa (hiperglikemia) yang disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin, aksi insulin atau keduanya.
DM ada 2 jenis atas dasar waktu dimulainya penyakit, yaitu :
1. Tipe-1, Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau jenis remaja
Pada tipe ini terdapat destruksi dari sel-sel beta pancreas, sehingga tidak
memproduksi insulin dan akibatnya sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah.
Kadar glukosa darah meningkat sehingga glukosa berlebih dikeluarkan lewat
urin. Tipe ini banyak terjadi pada usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada
usia 10 – 13 tahun.
2. Tipe-2, Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau jenis dewasa
Tipe ini tidak tergantung dari insulin, lazimnya terjadi pada usia diatas 40
tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk dan usia lanjut.
Penyebab
Kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber
energi dan mensintesa lemak.
Tipe-1 penyebabnya belum begitu jelas dapat disebabkan oleh infeksi virus yang
menimbulkan reaksi auto-imun berlebih untuk menanggulangi virus, selain itu
faktor keturunan memegang peran.
Tipe-2 disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel beta serta penumpukan amiloid
disekitar sel beta.
Insufisiensi fungsi insulin yang disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi
insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.

Gambaran Klinis
a. Penderita sering mengeluh lemah, kadang-kadang terasa kesemutan atau rasa
baal serta gatal yang kronik.
b. Penderita pada umumnya mengalami poliuria (banyak berkemih) polidipsia
(banyak minum) dan polifagia (banyak makan).
c. Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.
d. Selain itu penderita akan merasa sangat haus, kehilangan energi, rasa lemas
dan cepat lelah.
e. Pada keadaan lanjut mungkin terjadi penurunan ketajaman penglihatan
Diagnosis
Berdasarkan gejala diabetes dengan 3P (polifagia, poliuria, polidipsia). Diagnosis
dapat dipastikan dengan Penentuan Kadar Gula Darah.
a. Bila kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
b. Glukosa darah puasa 126 mg/dl
c. pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar
gula darah 2 jam 200 mg/dl sesudah pemberian glukosa 75 gram.
Penatalaksanaan
a. Tindakan umum yang dilakukan bagi penderita diabetes antara lain; diet dengan
pembatasan kalori, gerak badan bila terjadi resistensi insulin gerak badan
secara teratur dapat menguranginya, berhenti merokok karena nikotin dapat
mempengaruhi penyerapan glukosa oleh sel.
b. jika tindakan umum tidak efektif menurunkan glukosa darah pada penderita
diabetes Tipe-2 maka dapat diberikan antidiabetik oral :
– Klorpropamid mulai dengan 0,1 gr/hari dalam sekali pemberian, maksimal
0,5 mg/hari
– Glibenklamid mulai dengan 5 mg/hari dalam sekali pemberian, maksimal
10 mg/hari
– Metformin mulai dengan 0,5 gr/hari dalam 2 – 3 kali pemberian, maksimal
2 g/hari.
Obat ini harus dimulai dengan dosis terkecil. Setelah 2 minggu pengobatan,
dosis dapat ditingkatkan.
c. Pada penderita diabetes Tipe-1 yang diberikan insulin seumur hidup, tidak
dianjurkan minum antidiabetik oral.





DIARE NON SPESIFIK

4 11 2009

Definisi
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan dan merupakan gejala
dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lain.
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair konsistensinya encer, lebih sering
dari biasanya disertai berlendir, bau amis, berbusa bahkan dapat berupa air saja
yang frekwensinya lebih sering dari biasanya.
Diare nonspesifik adalah diare yang bukan disebabkan oleh kuman khusus maupun
parasit.
Penyebab
Penyebabnya adalah virus, makanan yang merangsang atau yang tercemar toksin,
gangguan pencernaan dan sebagainya.
Gambaran Klinis
– Demam yang sering menyertai penyakit ini memperberat dehidrasi. Gejala
dehidrasi tidak akan terlihat sampai kehilangan cairan mencapai 4 – 5% berat
badan.
– Gejala dan tanda dehidrasi antara lain :
§ Rasa haus, mulut dan bibir kering
§ Menurunnya turgor kulit
§ Menurunnya berat badan, hipotensi, lemah otot
§ sesak napas, gelisah
§ Mata cekung, air mata tidak ada
§ Ubun-ubun besar cekung pada bayi
§ Oliguria kemudian anuria
§ Menurunnya kesadaran, mengantuk
– Bila kekurangan cairan mencapai 10% atau lebih penderita jatuh ke dalam
dehidrasi berat dan bila berlanjut dapat terjadi syok dan kematian.
Diagnosis
Ditentukan dari gejala buang air besar berulang kali lebih sering dari biasanya
dengan konsistensinya yang lembek dan cair.

Penatalaksanaan
– WHO telah menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan diare akut
yaitu:
§ Pemberian cairan, berupa upaya rehidrasi oral (URO) untuk mencegah
maupun mengobati dehidrasi.
§ Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa, terutama ASI, selama
diare dan dalam masa penyembuhan.
§ Tidak menggunakan antidiare, sementara antibiotik maupun antimikroba
hanya untuk kasus tersangka kolera, disentri, atau terbukti giardiasis atau
amubiasis.
§ Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarganya
tentang upaya rehidrasi oral di rumah, tanda-tanda untuk merujuk dan
cara mencegah diare di masa yang akan datang.
– Dasar pengobatan diare akut adalah rehidrasi dan memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu langkah pertama adalah
tentukan derajat dehidrasi.

tabel derajat dehidrasi

 

– Kemudian lakukan upaya rehidrasi seperti yang dilakukan terhadap dehidrasi
karena kolera.
– Pada penderita diare tanpa dehidrasi: ( Terapi A )
§ Berikan cairan (air tajin, larutan gula garam, oralit) sebanyak yang diinginkan
hingga diare stop, sebagai petunjuk berikan setiap habis
BAB
o Anak < 1 thn : 50 – 100 ml
o Anak 1 – 4 thn : 100 – 200 ml.
o Anak > 5 tahun : 200 – 300 ml
o Dewasa : 300 – 400 ml
§ Meneruskan pemberian makanan atau ASI bagi bayi
– Pada penderita diare dengan dehidrasi ringan – sedang (Terapi B) :
§ Oralit diberikan 75 ml/kg BB dalam 3 jam, jangan dengan botol.
§ Jika anak muntah (karena pemberian cairan terlalu cepat), tunggu 5-10
menit lalu ulangi lagi, dengan pemberian lebih lambat (satu sendok setiap
2-3 menit).
– Pada penderita diare dengan dehidrasi berat ( Terapi C ) :
§ Diberikan Ringer Laktat 100 ml yang terbagi dalam beberapa waktu
§ Setiap 1-2 jam pasien diperiksa ulang, jika hidrasi tidak membaik
tetesan dipercepat. Setelah 6 jam (bayi) atau tiga jam (pasien lebih tua)
pasien kembali di periksa

tabel





DIFTERI

4 11 2009

Definisi
Difteri adalah suatu infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas yang
disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae. Lebih sering menyerang
anak-anak.
Penyebab
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini biasanya
menyerang saluran pernapasan, terutama laring, amandel dan tenggorokan. Tetapi
tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf
dan jantung.
Gambaran klinik
– Masa tunas 2 – 7 hari
– Penderita mengeluh sakit menelan dan napasnya terdengar ngorok (stridor),
pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
– Penderita tampak sesak napas dengan atau tanpa tanda obstruksi napas.
– Demam tidak tinggi.
– Pada pemeriksaan tenggorokan tampak selaput putih keabu-abuan yang mudah
berdarah bila disentuh.
– Gejala ini tidak selalu ada:
§ Sumbatan jalan napas sehingga penderita sianosis
§ Napas bau
§ Perdarahan hidung
– Tampak pembesaran kelenjar limfe di leher (bullneck)
– Inflamasi lokal dengan banyak sekali eksudat faring, eksudat yang lekat di
mukosa berwarna kelabu atau gelap dan edema jaringan lunak. Pada anak,
fase penyakit ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas.
– Penyakit sistemik yang disebabkan oleh toksin bakteri dimulai 1 – 2
minggu sesudah gejala lokal. Toksin mempengaruhi jantung (miokarditis,
aritmia terutama selama minggu kedua penyakit) dan sistem syaraf
(paralisis, neuritis 2 – 7 minggu sesudah onset penyakit). Bila pasien
sembuh dari fase akut penyakit, biasanya sembuh tanpa kelainan penyerta.

Diagnosis
Kebutuhan untuk mendapat terapi diputuskan atas dasar anamnesis dan gambaran
klinis.
Diagnosis dikonfirmasi dengan kultur bakteri yang diambil dari eksudat ke dalam
tabung untuk sampel bakteri. Sampel harus dikultur pada media khusus, untuk itu
perlu terlebih dahulu memberitahu laboratorium. Sediaan apus diambil 3 hari
berturut-turut.
Penatalaksanaan
– Pasien asimtomatik diberikan profilaktik antibiotik eritromisin.
– Pasien simtomatik harus dirujuk ke rumah sakit.





EPILEPSI

4 11 2009

Definisi Epilepsi adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami kejang berulang. Bentuk serangannya yang paling sering adalah kejang yang dimulai dengan hilangnya kesadaran, hilangnya kendali terhadap gerak dan terjadinya kejang tonik atau klonik pada anggota badan. Penyebab Kelainan fungsional otak yang serangannya bersifat kambuhan. Kelainan organis di otak juga dapat menimbulkan epilepsi, sehingga kemungkinan ini perlu dipikirkan. Dari pola serangannya, epilepsi dibedakan atas epilepsi umum misalnya epilepsi grand mal, petit mal, atau mioklonik dan epilepsi parsial misalnya serangan fokal motorik, fokal sensorik. Gambaran Klinis – Serangan grand mal sering diawali dengan aura berupa rasa terbenam atau melayang. Penurunan kesadaran sementara, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih, nafas mendengkur, mulut berbusa dan dapat terjadi inkontinesia. Kemudian terjadi kejang tonik seluruh tubuh selama 20 – 30 detik diikuti kejang klonik pada otot anggota, otot punggung, dan otot leher yang berlangsung 2 – 3 menit. Setelah kejang hilang penderita terbaring lemas atau tertidur 3 – 4 jam, kemudian kesadaran berangsur pulih. Setelah serangan sering pasien berada dalam keadaan bingung. – Serangan petit mal, disebut juga serangan lena, diawali dengan hilang kesadaran selama 10 – 30 detik. Selama fase lena (absence) kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tak beraksi. Kadang tampak seperti tak ada serangan, tetapi ada kalanya timbul gerakan klonik pada mulut atau kelopak mata. – Serangan mioklonik merupakan kontraksi singkat suatu otot atau kelompok otot. – Serangan parsial sederhana motorik dapat bersifat kejang yang mulai di salah satu tangan dan menjalar sesisi, sedangkan serangan parsial sensorik dapat berupa serangan rasa baal atau kesemutan unilateral.

– Serangan parsial sederhana (psikomotor) kompleks, penderita hilang kontak
dengan lingkungan sekitarnya selama 1 – 2 menit, menggerakkan lengan dan
tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suarasuara
yang tak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan
dan menolak bantuan. Kebingungan berlangsung selama beberapa menit dan
diikuti dengan penyembuhan total.
– Pada Epilepsi primer generalisata, penderita mengalami kejang sebagai reaksi
tubuh terhadap muatan yang abnormal. Sesudahnya penderita bisa mengalami
sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita
tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
– Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi
terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas
sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas.
Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang
menetap dan penderita bisa meninggal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang disampaikan oleh orang lain
yang menyaksikan terjadinya serangan epilepsi pada penderita dan adanya riwayat
penyakit sebelumnya.
Penatalaksanaan
– Prinsip umum terapi epilepsi idiopatik adalah mengurangi / mencegah serangan,
sedangkan terapi epilepsi organik ditujukan terhadap penyebab.
– Faktor pencetus serangan, misalnya kelelahan, emosi atau putusnya makan
obat harus dihindarkan.
– Bila terjadi serangan kejang, upayakan menghindarkan cedera akibat kejang,
misalnya tergigitnya lidah atau luka atau cedera lain.
– Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh,
melonggarkan pakaiannya (terutama di daerah leher) dan memasang bantal
di bawah kepala penderita.
– Jika penderita tidak sadarkan diri sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih
mudah bernafas dan tidak boleh ditinggalkan sendirian sampai benar-benar
sadar dan bisa bergerak secara normal.
– Obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya kejang lanjutan, biasanya diberikan
kepada penderita yang mengalami kejang kambuhan. Status epileptikus
merupakan keadaan darurat, karena itu obat anti-kejang diberikan dalam dosis
tinggi secara intravena.

– Sedapat mungkin gunakan obat tunggal dan mulai dengan dosis rendah.

– Bila obat tunggal dosis maksimal tidak efektif gunakan dua jenis obat dengan
dosis terendah.
– Bila serangan tak teratasi pikirkan kemungkinan ketidakpatuhan penderita,
penyebab organik, pilihan dan dosis obat yang kurang tepat.
– Bila selama 2 – 3 tahun tidak timbul lagi serangan, obat dapat dihentikan
bertahap.
– Pilihan antiepilepsi
Jenis Kejang                                                                  Jenis Obat
Fokal/Parsial                                          Fenobarbital atau fenitoin

Umum                                                       Fenobarbital atau fenitoin

Tonik-klonik                                           Fenobarbital atau fenitoin

Mioklonik                                                Diazepam

Serangan lena                                       Diazepam

– Bayi dan anak :
o i.v 0,2 – 0,3 mg/kgBB/dosis ( 1 mg/tahun umur) diberikan dalam 3 – 5
menit, setiap 15 – 30 menit hingga dosis total maksimal 5 mg, diulangi
dalam 2 – 4 jam bila perlu;
o rektal : bayi < 6 bulan, tidak dianjurkan; < 2 tahun : keamanan dan
efektivitas belum diuji; 2- 5 tahun : 0,5 mg/kgBB; 6 – 11 tahun : 0,3
mg/kgBB; • 12 tahun : 0,2 mg/kgBB.
– Untuk maintenance:
· Fenobarbital 1 – 5 mg/kgBB/hari 1 x sehari
· Fenitoin 4 – 20 mg/kgBB 2 – 3 x sehari





ERISIPELAS

4 11 2009

Definisi
Erisipelas adalah infeksi kulit
Penyebab
Streptococcus beta-haemolyticus.
Gambaran Klinis
– Penderita biasanya demam sampai menggigil, disertai malaise.
– Bagian kulit yang terinfeksi tampak merah, udematus dan berkilat dengan
batas yang tegas serta nyeri tekan.
– Pada kulit yang udematus itu sering tumbuh vesikel dan bula.
– Kelenjar getah bening regional sering membesar dengan nyeri tekan.
Diagnosis
Tanda-tanda peradangan kulit.
Penatalaksanaan
– Obat terpilih adalah penisilin prokain 1,2 juta IU yang disuntikkan 3 hari
berturut-turut.
Kalau penderita tidak tahan penisilin dapat diberikan eritromisin selama 5 –
6 hari.
– Kasus yang berat sebaiknya dirujuk ke rumah sakit.





FARINGITIS AKUT

4 11 2009

Definisi
Faringitis adalah Inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring (dapat juga
tonsilo palatina).
Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo
faringitis akut, atau bagian dari influenza (rinofaringitis).
Penyebab
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.
– Virus (yaitu rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsackievirus, Epstein –
Barr virus, herpes virus)
– Bakteria (yaitu, grup A ß-hemolytic Streptococcus [paling sering]), Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae
– Jamur (yaitu Candida); jarang kecuali pada penderita imunokompromis (yaitu
mereka dengan HIV dan AIDS)
Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang
memperberat.
Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit bergantung pada adanya infeksi sekunder dan virulensi
kumannya serta daya tahan tubuh penderita, tetapi biasanya faringitis sembuh
sendiri dalam 3 – 5 hari.
· Faringitis yang disebabkan bakteri :
– Demam atau menggigil
– Nyeri menelan
– Faring posterior merah dan bengkak
– Terdapat folikel bereksudat dan purulen di dinding faring
– Mungkin batuk
– Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior
– Tidak mau makan / menelan
– Onset mendadak dari nyeri tenggorokan
– Malaise
– Anoreksia

· Faringitis yang disebabkan virus :
– Onset radang tenggorokannya lambat, progresif
– Demam
– Nyeri menelan
– Faring posterior merah dan bengkak
– Malaise ringan
– Batuk
– Kongesti nasal
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
– Perawatan dan pengobatan tidak berbeda dengan influenza.
– Untuk anak tidak ada anjuran obat khusus.
– Untuk demam dan nyeri:
§ Dewasa
Parasetamol 250 atau 500 mg, 1 – 2 tablet per oral 4 x sehari jika diperlukan,
atau Ibuprofen, 200 mg 1 – 2 tablet 4 x sehari jika diperlukan.
§ Anak
Parasetamol diberikan 3 kali sehari jika demam
– di bawah 1 tahun : 60 mg/kali (1/8 tablet)
– 1 – 3 tahun : 60 – 120 mg/kali (1/4 tablet)
– 3 – 6 tahun : 120 – 170 mg/kali (1/3 tablet)
– 6 – 12 tahun : 170 – 300 mg/kali (1/2 tablet)
– Obati dengan antibiotik jika diduga ada infeksi :
§ Dewasa
o Kotrimoksazol 2 tablet dewasa 2 x sehari selama 5 hari
o Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari
o Eritromisin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari
§ Anak
o Kotrimoksazol 2 tablet anak 2 x sehari selama 5 hari
o Amoksisilin 30 – 50mg/kgBB perhari selama 5 hari
o Eritromisin 20 – 40 mg/kgBB perhari selama 5 hari